Selasa, 04 Agustus 2015

Wajarkah keributan dalam pasangan?

Wajarkah keributan dalam pasangan?





Sebagai makhluk sosial, manusia tentu tidak bisa dipisahkan dalam suatu hubungan, baik keluarga, pertemanan, pekerjaan, pasangan, dan lain-lain. Pertanyaan apakah wajar tidaknya keributan dalam suatu hubungan pun sering diutarakan dalam bacaan atau artikel yang berkaitan. Pada kesempatan ini saya akan membahas mengenai sejauh mana keributan yang muncul itu dapat terkendalikan atau cenderung merusak.


Saya berasal dari keluarga yang menurut pandangan saya baik baik saja walau keributan tetap tidak bisa dihindari. Keluarga saya memiliki perbedaan yang masih wajar, seperti kebudayaan, prinsip, dan lain-lain. Menilik dari kondisi tersebut tentunya perbedaan pendapat yang mengakibatkan suatu keributan sepertinya dikategorikan suatu yang wajar. Pada saat saya kecil banyak sekali keributan yang sering muncul diantara orang tua saya, bahkan sampai saya berada dibangku kelas 4 SD. Tentunya pemandangan yang saya lihat tersebut terus teringat di otak saya.

Setelah masuk ke fase remaja menuju dewasa ya kira-kira fase perkuliahan S1. Saya mencoba untuk bertanya kepada orang tua saya, apa yang terjadi pada saat itu? Dan orang tua saya cukup terkejut ketika saya mengetahui kejadian terebut. Orang tua saya menceritakan sebenarnya mereka paling tidak suka ketika ribut tetapi dihadapan anak. Permasalahannya seringkali karena emosi yang terlalu berlebihan menyebabkan permasalahan itu terbawa sampai dihadapan anak-anak. Lalu mengapa sekarang sudah tidak ada lagi terjadi seperti itu? Ya dari kesalahan dan perdebatan yang muncul itu menyebabkan orang tua mampu untuk mengendalikan dan memposisikan. Apakah dengan seperti itu permasalahan tidak akan muncul? Nyatanya dari permasalahan seperti jumlah makanan yang disediakanpun bisa membuat masalah di keluarga saya. Biasanya bapak saya mulai untuk tidak mau makan dan jarang berbicara ketika makanan yang disiapkan dia kira kurang. Apakah ada yang mengalami kondisi seperti itu? mungkin ya mungkin tidak.

Lalu bagaimana cara menyelesaikan permasalahan tersebut? Ibu saya berkata bahwa ketika batu dihantamkan dengan batu maka yang akan terjadi tidak akan pecah tapi dengan air yang terus menerus diteteskan ke batu tersebut lama kelamaan akan membuat batu tersebut berlubang. Demikian juga dalam berhubungan sebagai pasangan, ada hal nya pasangan yang baik dapat mengatur porsi yang baik di posisinya masing-masing. Fase pacaran yang lama pun tidak menjamin adanya suatu keharmonisan yang akan muncul ketika melangkah ke fase pernikahan, terbukti dengan hubungan bibi saya yang berakhir dengan perceraian setelah 8 tahun berpacaran.

Ayah saya adalah seorang pekerja keras yang rela kerja dai pagi sampai pagi untuk menafkahi keluarganya. Dari jam 9 ayahku harus ke ke kantor dan pulang jam 5 sore. setelah itu jam 11 malam ayahku pergi untuk mengurus tambak sampai jam 4 pagi begi terus aktifitas sehari-hari. Ibu full hanya mengurus rumah. Sampailah disuatu ketika ayah saya bekerja sampai larut tanpa pulang ke rumah. Sontak membuat ibuku yang menunggu menjadi khawatir. Disinilah perbedaan pendapat muncul, sering kali ego kita muncul baik sebagai pencari nafakah atau sebagai wanita yang ingin dihargai. apakah itu salah? sebenarnya bukan salah atau tidak tetapi akibat dari ego yang berlebihan itu akan membuat langkah yang kita ambil salah. Apa salah seorang ayah yang bekerja mati-matian demi keluarganya dan apa salah ketika seorang istri merindukan kehadiran sosok suami yang bersama-sama membangun keluarga ini? Hal tersebut ternyata membuat keributan yang cukup besar selama beberapa bulan pada saat saya kecil.

Dari situlah seorang dewasa berfikir untuk memperbaiki suatu keadaan bukan untuk menginginkan suatu kemenangan dalam perdebatan. Ibu saya melakukan pendekatan yang baik, dengan mencoba untuk memberi usulan tanpa unsur pemaksaan kepada ayah. Walau tidak ada respon yang baik dari ayah, tetapi ibu saya akan berusaha untuk berbicara dengan baik. Itu hanya beberapa hal kecil, contoh kecil lainnya seperti merokok, makanan tidak enak, dan lain-lain sangat mudah memicu keributan dalam hubungan suami istri. Karena ketika rasa tidak suka sudah semakin besar jangankan untuk mengajak bicara, dilihatpun pasangan akan merasa tidak suka.



Jangan biarkan ego kita menghancurkan orang lain yang tidak berdosa terkena imbasnya, dimana anak adalah korban pertama dari keegoisan orang tua. Mereka butuh kasih sayang dari seorang ayah yang bertanggung jawab dan ibu yang penuh kasih. Posisikanlah posisi anda dengan baik dimana istri adalah penolong untuk suami bukan pengatur dan suami adalah kepala rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap keluarganya bukan diktator. Tidak ada keributan yang kita kategorikan suatu kewajaran, tetapi langkah yang tepat dalam bertindak itulah inti dalam mengatasi permasalahan tersebut sebelum keributan tersebut mengakibatkan permaslahan yang semakin besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar